PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) melakukan tracing atau menelusuri aset Gubernur Bengkulu non aktif Rohidin Mersyah dalam penyidikan dugaan gratifikasi dan pemerasan terhadap bawahan untuk pendanaan pemenangan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Selain itu, KPK juga menelusuri aset Sekretaris Daerah (Sekda) Isnan Fajri dan Evriansyah alias Anca ajudan Gubernur yang turut ditetapkan tersangka dalam perkara tersebut.
Juru Bicara Bidang Penindakan KPK RI, Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, pendalaman tim penyidik KPK bukan hanya melalui permintaan keterangan saksi saja, melainkan juga menelusuri seluruh aset para tersangka yang ada diduga kaitannya dengan perkara yang sedang ditangani.
"(Para saksi) didalami terkait dengan perkara yang ditangani serta hubungan mereka dengan para tersangka dan pengetahuan mereka terkait aset yang dimiliki oleh para tersangka. Penyidikan saat ini masih memungkinkan meminta pihak-pihak lainnya yang patut dimintai pertanggung jawaban pidananya serta dilakukan penyitaan aset untuk pemulihan kerugian keuangan negara," tegas Tessa Mahardhika Sugiarto, Selasa (17/12/2024).
Sementara, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tanggal penyampaian 21 Maret 2024 untuk laporan periodik tahun 2023, Rohidin Mersyah memiliki harta kekayaan total mencapai Rp 4.100.059.062.
Dikutip dari laman elhkpn.kpk.go.id, harta tersebut terdiri dari empat bidang tanah dan bangunan di Bengkulu dan satu bidang di Bengkulu Selatan yang semuanya tercatat sebagai hasil sendiri dengan nilai mencapai Rp 2.600.000.000. Kemudian, tiga unit kendaraan bermotor dari hasil sendiri.
Dengan rincian, dua unit sepeda motor Honda yang nilainya masing-masing Rp 70.000.000 dan Rp 9.000.000. Serta, satu unit mobil Toyota Harrier tahun 2010 senilai Rp 200.000.000. Selanjutnya, harta bergerak lainnya senilai Rp 265.000.000, serta kas dan setara kas sebesar Rp 956.059.062. Dalam LHKPN itu, Rohidin Mersyah tidak melaporkan kepemilikan utang.
Diketahui, KPK telah memperpanjang masa penahanan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan Evriansyah alias Anca selaku ajudan tersangka dugaan pungutan untuk pendanaan Pilkada 2024 selama 40 hari kedepan di Rutan KPK terhitung 15 Desember 2024 lalu.
Sejauh penyidikan, KPK telah memeriksa 18 pejabat Provinsi Bengkulu sebagai saksi, yaitu Kepala Dinas PUPR Provinsi Bengkulu Tejo Suroso, Kadisnakertrans Provinsi Bengkulu Syarifudin, Kabid PKTI BPSDM Provinsi Bengkulu Eropa, Kadishub Provinsi Bengkulu Bambang Agus Supra Budi, Kadinkes Provinsi Bengkulu Moch Redhwan, Kasatpol PP Provinsi Bengkulu Atisar Sulaiman, Kepala Badan Penghubung Provinsi Bengkulu, Jimi Hariyanto, Kadis Perkim Provinsi Bengku Yudi Satria.
Kemudian Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu Muhammad Syarkawi, Dirut RSUD M.Yunus (RSMY) Bengkulu Ari Mukti Wibowo, Kepala Biro Umum Pemprov Bengkulu Alfian Martedy, Plt Kepala Bapenda Provinsi Bengkulu Yudi Karsa, Kepala Dinas ESDM Doni Swabuana, Kepala Dinas TPHP Provinsi Bengkulu M. Rizon, Kepala BPKAD Provinsi Bengkulu Haryadi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Syafriandi, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu Saidirman, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu Ferry Ernest Parera.
Selain itu, KPK melakukan penggeledahan di 7 rumah pribadi, 5 Kantor lingkungan Pemprov Bengkulu dan 1 rumah Dinas dan berhasil menyita dokumen, surat dan catatan-catatan tangan serta barang bukti elektronik (BBE) yang diduga punya keterkaitan dengan perkara.
Mengulas kembali bahwa, Gubernur Bengkulu diduga memeras anak buahnya dan menjadikan Kepala Dinas di lingkungan Pemprov Bengkulu tim sukses untuk pemenangan pasangan calon Gubernur Rohidin Mersyah-Meriani.
Saat OTT, KPK mengamankan barang bukti uang Rp 7 miliar, terdiri dari mata uang rupiah maupun dollar yang diduga akan digunakan untuk pemenangan Pilkada dan catatan aliran dana serta barang bukti elektronik. Tersangka dijerat Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jucto Pasal 55 KUHP. (Tok)