PedomanBengkulu.com, MERAUKE – Komite II DPD RI melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta Perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Dalam melakukan pengawasan terhadap undang-undang tersebut, Komite II DPD RI melakukan audiensi dengan masyarakat Papua terkait pembangunan Food Estate pada hari Senin (02/12) di Merauke, Papua Selatan.
Delegasi Komite II DPD RI melaksanakan audiensi dengan masyarakat Papua di Gedung Kantor Bupati Merauke, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan yang dihadiri oleh PJ Sekda Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Selatan; Plh. Sekda Pemerintah Kabupaten Papua Selatan; Sekretaris Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan beserta tim; Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah II Kementerian Agraria dan Tata Ruang beserta tim; Plt. Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan dan Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta tim; Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Badan Pangan Nasional beserta tim; Direktur Pembiayaan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian beserta jajaran pejabat Kementerian Pertanian; Staf Wakil Presiden Perwakilan Papua Selatan; Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua; Perwakilan PT. Global Papua Abadi; dan para tokoh adat Papua Selatan.
Drs. Maddaremmeng, M.Si. selaku PJ Sekda Pemprov Papua Selatan mengawali audiensi ini dengan memberikan sambutan selaku perwakilan pemerintah Provinsi Papua Selatan. Beliau menyoroti bahwa wakil rakyat, dalam hal ini DPD RI, jika di dalam kunjungannya ke daerah sudah melibatkan pimpinan dari suatu komite, maka hal tersebut berarti terdapat hal-hal yang perlu didengarkan dan perlu diketahui secara mendalam oleh perwakilan rakyat Papua di pemerintahan pusat terhadap suatu persoalan yang terjadi dan perlu diambil kebijakan yang tepat untuk mengatasi persoalan tersebut. Pemprov Papua Selatan mengapresiasi respons cepat yang diberikan oleh Komite II DPD RI terhadap aduan dari masyarakat Papua Selatan terkait kegiatan/program pembangunan di tanah Papua Selatan yang dinilai mengganggu sumber penghidupan mereka. Kedatangan pimpinan Komite II DPD RI yang didampingi oleh senator dari Papua Selatan menjadi momentum yang tepat bagi masyarakat Papua Selatan untuk menyampaikan aspirasinya.
Dalam sambutannya, Dr. Badikenita Br. Sitepu, S.E., S.H., M.Si. selaku Ketua Komite II DPD RI menyampaikan bahwa kehadiran mitra kerja Komite II DPD RI dalam acara audiensi ini menjadi bukti bahwa pemerintah serius untuk mengatasi permasalahan yang dikeluhkan oleh masyarakat Papua Selatan. Isu pertanian dan pangan merupakan bidang kerja Komite II DPD RI sehingga isu mengenai ketahanan pangan merupakan hal yang menjadi perhatian Komite II DPD RI. Ketua Komite II DPD RI juga menyoroti bahwa setiap provinsi memiliki karakteristik yang unik. Hal ini tentunya memengaruhi bagaimana visi Indonesia Emas 2045 dapat tercapat di seluruh provinsi, khususnya di Papua. Pemekaran provinsi di Papua menyebabkan provinsi-provinsi Papua yang baru memiliki usia yang sangat muda. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa provinsi Papua yang baru tersebut memiliki kondisi masyarakat, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan tahapan pembangunan yang berbeda dibandingkan dengan provinsi yang sudah ada sejak lama dalam upaya mencapai visi Indonesia Emas 2045. Dengan demikian, penentuan koridor ekonomi juga disesuaikan dengan situasi unik di setiap provinsi. Dalam audiensi mengenai food estate ini, masyarakat Papua Selatan dapat menyampaikan aspirasinya sehingga pihak pemerintah yang menjalankan program food estate juga dapat menilai mengenai pelaksanaan program tersebut.
Dalam kesempatannya, Ketua LBH Papua Teddy Wakum menyampaikan bahwa melindungi lahan adat merupakan hak konstitusional masyarakat adat. Wilayah Papua tidak dapat disamakan dengan wilayah lain di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena Papua merupakan wilayah yang diberikan perlakuan khusus berdasarkan hukum yang berlaku. LBH Papua menjalankan perannya untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat Papua, khususnya terkait lahan adat. Kepemilikan lahan adat atau tanah ulayat di Papua cenderung tidak jelas karena wilayah Papua seperti dikontrol oleh pemerintah. Banyak masyarakat adat yang menolak pembangunan food estate ini karena tanah ulayat mereka dirampas oleh pemerintah. Masyarakat Papua Selatan sudah memberikan aspirasi beberapa kali kepada pemerintah, tetapi belum ada tindakan yang konkrit untuk mengakomodir aspirasi mereka. Hal ini tentunya bertentangan dengan moto Kabupaten Merauke, yaitu Izakod Bekai Izakod Kai (Satu Hati Satu Tujuan), dimana aspirasi masyarakat Papua terhadap pembangunan yang dilakukan tidak terpenuhi.
Masyarakat adat setiap distrik di Merauke yang terdampak proyek food estate dengan tegas menolak pembangunan food estate di lahan dan hutan adat mereka di Papua Selatan. Alasan utama penolakkan mereka terhadap food estate ini adalah masyarakat adat dapat memeroleh penghidupan dari hutan adat mereka, dimana bahan pangan dapat mereka peroleh dari hutan adat, dan mereka tidak bergantung pada perusahaan apapun untuk memeroleh bahan pangan mereka. Investasi dalam pembangunan food estate cenderung “menghancurkan” sumber penghidupan masyarakat adat. “Kalau tidak ada hutan, kami mati”, ujar salah satu masyarakat adat Papua yang hadir dalam acara audiensi ini. Selain itu, masyarakat adat juga menyampaikan bahwa banyak perempuan dan anak-anak Papua yang menderita kelaparan dan kehausan karena lahan dan hutan adat mereka dirampas dan digusur oleh pemerintah untuk membangun food estate. Masyarakat adat menginginkan agar lahan dan hutan adat mereka tidak dirampas karena lahan dan hutan adat bersifat sakral dan menjadi sumber penghidupan mereka. Mereka menegaskan bahwa jangan bermain dengan hukum untuk dapat merampas hak masyarakat adat atas lahan dan hutan adat mereka.
Masyarakat adat juga mengungkapkan bahwa sawah untuk menanam padi tidak dapat tumbuh di lahan gambut. Hal tersebut tentunya perlu diperhatikan agar visi dari pembangunan food estate di Merauke tidak salah sasaran. Lahan di Merauke tidak cocok untuk ditanam padi karena lahannya bersifat asam. Lahan di Merauke lebih cocok untuk ditanamkan sagu. Sagu merupakan bahan pangan yang sudah melekat erat pada kebudayaan masyarakat Papua sehingga pemaksaan untuk memakan nasi cenderung tidak selaras dengan kebudayaan masyarakat Papua.
Masyarakat adat Papua menyoroti pembebasan lahan untuk pembangunan food estate yang dilakukan tanpa izin kepada mereka. Sudah ribuan hektar lahan dan hutan adat mereka digusur, masyarakat adat sudah lama tidak setuju dengan dilakukannya pembangunan food estate. Masyarakat adat yang terdampak menolak dibangunnya food estate di atas lahan adat mereka karena lahan mereka dirampas oleh pemerintah dan tidak adanya izin terlebih dahulu kepada mereka. Food estate dibangun semata-mata hanya mengutamakan investasi. Masyarakat adat menegaskan bahwa lahan di Merauke bukan merupakan lahan kosong tanpa penghuni. Lahan tersebut sudah dihuni oleh berbagai macam suku sehingga lahan tersebut dimiliki masyarakat adat dari berbagai macam suku dan bukan merupakan lahan milik negara. Masyarakat adat dengan tegas menolak kedatangan perusahaan pengelola food estate dan mendesak pemerintah untuk menarik kembali perusahaan tersebut dari lahan adat mereka.
Menanggapi aspirasi dan pendapat yang disampaikan oleh LBH Papua dan masyarakat adat Papua, Ketua Komite II DPD RI menyampaikan bahwa keadilan harus ditegakkan. Kehadiran DPD RI pada acara audiensi dengan masyarakat Papua di Merauke merupakan manifestasi dari kehidupan berbangsa Indonesia, dimana masyarakat Papua merupakan bagian dari Bangsa Indonesia yang harus didengar aspirasinya dan mencari solusi atas permasalahan yang terjadi untuk kebaikan bersama. Hal ini sejalan dengan tujuan dilakukannya kunjungan ke Merauke ini, yaitu untuk memeroleh informasi mengenai permasalahan yang terjadi pada Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa food estate di Merauke untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. DPD RI turut merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat Papua. Ketua Komite II DPD RI menginstruksikan kepada mitra kerja untuk mengidentifikasi lahan dan lokasi operasional food estate di Merauke. Pemerintah akan mempertimbangkan budaya masyarakat adat Papua yang memeroleh penghidupan dari hutan guna mewujudkan pembangunan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Dibutuhkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan lahan dan hutan adat di Papua Selatan untuk dibangun food estate.
Kunjungan kerja Komite II DPD RI di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan juga turut dihadiri oleh Wakil Ketua II Komite II DPD RI Abdul Waris Halid dan Anggota Komite II DPD RI, yaitu Sularso (Papua Selatan), dan Anggota Komite I DPD RI, yaitu Frits Tobo Wakasu (Papua Selatan).