PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri turut terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) bersama Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah atas kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan terhadap bawahan untuk pendanaan pemenangan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur 2024.
Sekda Bengkulu dan Gubernur Bengkulu diketahui sebelum ditangkap KPK pernah juga menjadi saksi dalam penyidikan dugaan korupsi ekspor benih lobster (benur) tahun 2020 yang telah menghukum Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI) Edhy Prabowo dan Suharjito selaku PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
Tak hanya itu, terungkap bahwa Sekda Bengkulu sempat dilaporkan ke Polda Bengkulu oleh
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi Bengkulu. Sekda sebagai Ketua Tim Panitia Seleksi (Pansel) Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) Pemerintah Provinsi Bengkulu dipolisikan terkait seleksi Direktur Rumah Sakit Umum Daerah M. Yunus yang diduga tidak memenuhi syarat. Yang kemudian Dirut RSMY Ari Mukti Wibowo turut terseret menjadi saksi di OTT Gubenur Bengkulu.
Laporan tersebut sempat didorong Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu Teuku Zulkarnain agar dituntaskan supaya tidak berpolemik berkepanjangan dan terang benderang.
"Pada prinsipnya, supaya ini menjadi terang benderang, kita mendorong, mendukung agar tidak terjadi prasangka, tidak terjadi prasangka, dan tidak terjadi polemik. Maka kita mendukung dan mensuport Polda Bengkulu dan melakukan proses hukum agar semuanya terang benderang," kata Teuku belum lama ini.
Laporan PPNI diketahui hingga kini belum ada kejelasan dan perkembangan terbarunya. Meskipun
PPNI sebagai pelapor telah mengirimkan surat ketiga kalinya ke Polda Bengkulu. Bahkan surat itu ditembuskan ke Presiden Republik Indonesia.
Surat yang ditujukan kepada Kapolda Bengkulu menyebutkan "Berdasarkan surat kami yang pertama dan kedua tidak mendapatkan tanggapan, maka kami mengirimkan surat ketiga," sebut dalam surat.
Disebutkan juga bahwa, pengiriman surat ketiga tersebut berlandaskan hukum :
1. UUD 1945 pasal 28 D tentang hak warga negara Indonesia untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintah.
2. UU No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan Pasal 186 Tentang Syarat Pimpinan Rumah Saki.t
3. Permenkes RI Nomor 971/MEMNKES/PER.XI/2009 pasal 10 bagian kedua Pengalaman Jabatan untuk menjadi Direktur Rumah Sakit.
4. UU Nomor 30 Tahun 2014 pasal 52 dan 56 Tentang Administrasi Pemerintah.
5. Peraturan Pemerintah No 116 Tahun 2022 pasal 19 tentang Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan, Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Manajemen ASN.
6. Undang-Undang No 31 tahun 1999 dan Undang Undang no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
7. Undang-ndang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Undang-ngdang No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Bagian Kedelapan Hak Turut Serta Dalam Pemerintah'.
8. Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.bab iv penyelenggaraan pemerintah.
9. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Trasparasi Informasi Publik.
10. Undang-undang No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum
11. Peraturan Pemerintah No.43 tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Tindak Oidana Korupsi Pasal 1 12. Peraturan Pemerintah No.68 tahun 1999 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara.
13. Peraturan Pemerintah No 2 tahun 201 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
"Dengan landasan peraturan Perundang undangan diatas, dan Peraturan-Peraturan dengan mengedepankan azas praduga tidak bersalah, dengan ini kami menyampaikan bahwa seleksi JPT ini melanggar UUD 1945 Pasal 28 D dan UU No 17 tahun 2023 pasal 186 tentang syarat untuk menjadi Direktur Rumah Sakit," ungkap dalam surat.
"Dimana tim seleksi JPT ini di ketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu yang dinilai cukup arogan, tidak profesional, dan melanggar HAM terhadap kami tenaga kesehatan dan tenaga Profesional yang memiliki Kompetensi Menejemen Rumah Sakit, sehingga dengan syarat tersebut yang tidak sesuai dengan Undang-Undang, maka kami tidak bisa mendaftarkan seleksi tersebut dikarenakan tim seleksi telah membatasi Persyaratan dan dinilai ada Kecurangan, KKN dalam seleksi tersebut," terang dalam surat.
"Mohon kiranya Bapak/Ibu untuk mengulang dan membatalkan kembali hasil seleksi ini dan menganti Tim Seleksi tersebut yang profesional tidak Independen, dan Propesional sesuai karena harus sesuai UU No 30 Tahun 2014 Pasal 52 dan Pasal 56 tentang Administrasi Pemerintah Sarat Sah Keputusan yang tidak sah merupakan keputusan yang batal atau dapat dibatalkan," jelas surat menjelaskan.
"Demikianlah surat pengaduan ini kami sampaikan, mohon kiranya Bapak/Ibu segera menindaklanjuti persoalan ini," demikian surat menjelaskan. (Tok)